Museum Tsunami Aceh, (Ridwan Kamil)
Gedung yang kita lihat diatas adalah gedung Museum Tsunami atau disebut juga "Rumoh Aceh Escape Hill" di Aceh yang didesain oleh Dosen arsitektur Institut Tehnologi Bandung (ITB) M Ridwan Kamil, yang meraih juara pertama pada sayembara desain museum tsunami di Provinsi Nanggroe Aceh Darussalam (NAD) dan berhak mendapat hadiah senilai Rp100 juta.
Ridwan menyisihkan 68 peserta yang mengikuti lomba desain berjudul "Rumoh Aceh as "Escape Hill" dari seluruh Indonesia.
Desain yang keluar sebagai pemenang dalam sayembara itu akan digunakan untuk pembangunan museum tsunami yang akan dibangun di Kota Banda Aceh dan didanai BRR Aceh-Nias dengan total hadiah Rp275 juta tersebut.
Selain juara pertama, panitia juga menilai dan memberikan hadiah kepada lima pemenang untuk kategori desain inovatif dan sembilan karya keratif dari sebanyak 153 karya yang berpartisipasi, tambahnya.
Jika dilihat dari desain konsep, Rumoh Aceh Escape Building yang akan dibangun di atas areal 10.000 m2 itu mengambil ide dasar rumoh Aceh yakni rumah tradisional masyarakat Aceh, berupa bangunan rumah panggung, kata Mirza Keumala.
Ia menjelaskan, desain gambar yang tertuang dalam karya M Ridwan Kamil memperlihatkan pada lantai pertama bangunan museum adalah ruang terbuka seperti rumah tradisional Aceh.
Gambar itu bermakna bahwa ruangan terbuka itu dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik dan jika terjadi banjir atau tsunami, maka laju air yang datang tidak akan terhalangi, jelas dia.
Selain itu, dalam desain karya dosen ITB itu terdapat unsur tradisional antara lain berupa tari Saman yang diterjemahkan dalam kulit luar bangunan eksterior. Sementara, denah bangunan merupakan analogi dari epicenter sebuah gelombang laut tsunami.
Kita memilih Rumoh Aceh Escape Hill sebagai pemenang, karena hampir memenuhi semua kriteria. Tidak hanya sebuah bangunan monumen, tapi sebuah museum tsunami yang monumental, katanya.
Dalam desain itu Ridwan mengilustrasikan bencana alam dalam sebuah bangunan yang sekaligus mengekspresikan kejadian tsunami 26 Desember 2004.
Selain itu, tampilan eksterior karya tersebut juga mengekspresikan keberagaman budaya Aceh melalui pemakaian ornamen dekoratif unsur transparansi elemen kulit luar bangunan.
Sedangkan tampilan interiornya mengetengahkan sebuah tunnel of sorrow yang menggiring pengunjung ke suatu perenungan atas musibah dahsyat yang diderita warga Aceh sekaligus kepasrahan dan pengakuan atas kekuatan dan kekuasaan Allah dalam mengatasi sesuatu.
Desain museum ini juga memiliki escape hill, sebuah taman berbentuk bukit yang dapat dijadikan sebagai salah satu antisipasi lokasi penyelamatan terhadap datangnya banjir atau tsunami.
Kemudian juga ada The Hill of light, selain taman untuk evakuasi yang dipenuhi ratusan tiang, para pengunjung dapat meletakkan karangan bunga, semacam personal space dan juga ada memorial hill di ruang bawah tanah serta dilengkapi ruang pameran.
Museum tsunami yang menghabiskan dana sekitar Rp70 miliar itu juga mengandung nilai-nilai religi, seperti ruang yang disebut "The Light of God" Ruang berbentuk sumur silinder itu menyorotkan cahaya ke atas sebuah lubang dengan tulisan arab "Allahâ"dan dinding sumur silinder dipenuhi nama para korban.
Dalam desain gambar tersebut juga terlihat sebuah lorong sempit dan remang. Melalui lorong itu kita bisa melihat air terjun di sisi kiri dan kanannya yang mengeluarkan suara gemuruh air. Lorong itu untuk mengingatkan para pengunjung pada suasana tsunami.
Ridwan menyisihkan 68 peserta yang mengikuti lomba desain berjudul "Rumoh Aceh as "Escape Hill" dari seluruh Indonesia.
Desain yang keluar sebagai pemenang dalam sayembara itu akan digunakan untuk pembangunan museum tsunami yang akan dibangun di Kota Banda Aceh dan didanai BRR Aceh-Nias dengan total hadiah Rp275 juta tersebut.
Selain juara pertama, panitia juga menilai dan memberikan hadiah kepada lima pemenang untuk kategori desain inovatif dan sembilan karya keratif dari sebanyak 153 karya yang berpartisipasi, tambahnya.
Jika dilihat dari desain konsep, Rumoh Aceh Escape Building yang akan dibangun di atas areal 10.000 m2 itu mengambil ide dasar rumoh Aceh yakni rumah tradisional masyarakat Aceh, berupa bangunan rumah panggung, kata Mirza Keumala.
Ia menjelaskan, desain gambar yang tertuang dalam karya M Ridwan Kamil memperlihatkan pada lantai pertama bangunan museum adalah ruang terbuka seperti rumah tradisional Aceh.
Gambar itu bermakna bahwa ruangan terbuka itu dapat dimanfaatkan sebagai ruang publik dan jika terjadi banjir atau tsunami, maka laju air yang datang tidak akan terhalangi, jelas dia.
Selain itu, dalam desain karya dosen ITB itu terdapat unsur tradisional antara lain berupa tari Saman yang diterjemahkan dalam kulit luar bangunan eksterior. Sementara, denah bangunan merupakan analogi dari epicenter sebuah gelombang laut tsunami.
Kita memilih Rumoh Aceh Escape Hill sebagai pemenang, karena hampir memenuhi semua kriteria. Tidak hanya sebuah bangunan monumen, tapi sebuah museum tsunami yang monumental, katanya.
Dalam desain itu Ridwan mengilustrasikan bencana alam dalam sebuah bangunan yang sekaligus mengekspresikan kejadian tsunami 26 Desember 2004.
Selain itu, tampilan eksterior karya tersebut juga mengekspresikan keberagaman budaya Aceh melalui pemakaian ornamen dekoratif unsur transparansi elemen kulit luar bangunan.
Sedangkan tampilan interiornya mengetengahkan sebuah tunnel of sorrow yang menggiring pengunjung ke suatu perenungan atas musibah dahsyat yang diderita warga Aceh sekaligus kepasrahan dan pengakuan atas kekuatan dan kekuasaan Allah dalam mengatasi sesuatu.
Desain museum ini juga memiliki escape hill, sebuah taman berbentuk bukit yang dapat dijadikan sebagai salah satu antisipasi lokasi penyelamatan terhadap datangnya banjir atau tsunami.
Kemudian juga ada The Hill of light, selain taman untuk evakuasi yang dipenuhi ratusan tiang, para pengunjung dapat meletakkan karangan bunga, semacam personal space dan juga ada memorial hill di ruang bawah tanah serta dilengkapi ruang pameran.
Museum tsunami yang menghabiskan dana sekitar Rp70 miliar itu juga mengandung nilai-nilai religi, seperti ruang yang disebut "The Light of God" Ruang berbentuk sumur silinder itu menyorotkan cahaya ke atas sebuah lubang dengan tulisan arab "Allahâ"dan dinding sumur silinder dipenuhi nama para korban.
Dalam desain gambar tersebut juga terlihat sebuah lorong sempit dan remang. Melalui lorong itu kita bisa melihat air terjun di sisi kiri dan kanannya yang mengeluarkan suara gemuruh air. Lorong itu untuk mengingatkan para pengunjung pada suasana tsunami.
Posted by Cinema Season
on 23.11. Filed under
Museum,
Projects,
Ridwan Kamil
.
You can follow any responses to this entry through the RSS 2.0.
Feel free to leave a response